Rabu, 28 Oktober 2015
AGAR ANAK RAJIN SHOLAT
5 TIPS AGAR ANAK RAJIN SHOLAT
Assalamu’alaikum, Ayah Bunda yang selalu disayang Alloh? Bagaimana kabar? Semoga kita dan keluarga selalu sehat dan dihimpun dalam kebaikan hingga JannahNya ya…. Aamiin. Alhamdulillah kita bisa bersilaturrahim kembali setelah kemarin kita membahas bersama tentang anak manja dan Tips Jitu agar anak rajin belajar, sekarang kita akan bersama-sama membahas bagaimana cara agar anak kita rajin sholat. Anak adalah amal jariah kita, ketika ketika meninggal anak yang sholeh adalah satu dari tiga amal yang takan pernah putus hingga yaumul akhir.
Sholat adalah ibadah yang harus kita kerjakan dalam kondisi apapun, kecuali karena ada alasan yang kuat, jadi walaupun sakit, dalam perjalanan harus kita laksanakan. Kenapa begitu? Karena ada beberapa alasan kuat yaitu : sholat adalah tiang agama, sholat adalah ibadah yang pertama kali akan dihisab di akherat kelak, sholat dapat mencegah sesorang dari perbuatan keji dan munkar..
Ayah Bunda yang dirahmati Alloh, betapa rindu dan bahagianya ya jika kita memiliki anak-anak yang rajin sholat, sholatnya selalu tepat waktu, khusyu, sholatnya selalu berjama’ah dan anak-anak laki-laki kita bersama suami kita selalu sholat berjama’ah di masjid. Subhanalloh, anugrah yang luar biasa….
Masalahnya bagaimana agar angan-angan kita di atas itu tidak seperti mimpi disiang bolong, tapi bisa terwujud menjadi kenyataan? Pada kesempatan ini kita akan membahas bersama 5 Tips agar anak kita rajin sholat. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi referensi kita bersama.
5 Tips tersebut adalah sbb:
1. Contoh atau keteladanan. (Al-Qudwah)
Ayah Bunda, contoh atau keteladanan dari kita sebagai orang tua dan Guru sangatlah penting. Karena kita adalah cermin hidup bagi anak-anak kita. Oleh sebab itu jangan sampai kita menyuruh anak kita sholat tapi kita masih asyik di depan TV, atau menyuruh anak kita sholat ke masjid tetapi kita masih sibuk dengan HP atau BB kita atau tugas-tugas lain yang menjadi rutinitas kita. Ingat, apa yang kita lakukan dilihat dan direkam oleh anak-anak kita lho….
2. Nasehat penuh Cinta (Al-Mau’idzah)
Ayah Bunda yang baik, ketika kita sudah memberi contoh dan keteladanan untuk anak-anak kita, jangan lupa iringi dengan nasehat dan arahan yang Islami ketika anak kita lupa sholat, atau menunda, atau sholatnya terburu-buru, habis sholat lantas jalan tanpa diikuti dzikir dan doa terlebih dahulu. Dan ingat! Nasehat jangan di tunda menunggu nanti pas makan malam bersama, atau pas menjelang tidur, khawatir anak kita keburu lupa. Nasehat sebaiknya disampaikan saat itu juga ketika kita melihat anak melakukan kesalahan. Karena kesalahan-kesalahan yang didiamkan bisa menjadi kebiasaan karena anak merasa itu bukan sebuah kesalahan, dan yang lebih parah lagi apabila kesalahan-kesalahan itu akhirnya menjadi penyakit hati.Na’udzubillahimindzalik.
3. Pembiasaan / pengkondisian (Al-‘Aadah)
Ada pepatah mengatakan ala bisa karena biasa. Ayah Bunda yang Sholih dan sholihah, Insya Alloh ketika keteladanan dan nasehat sudah kita lakukan jangan lupa pembiasaan agar semua kebaikan dan sifat-sifat terpuji yang sudah kita tanamkan, khususnya sholat ini menjadi kewajiban rutin bahkan kebutuhan yang harus dipenuhi. Caranya bisa dengan bersegera mengambil air wudhu ketika adzan terdengar, hentikan semua aktivitas dan kerjaan, matikan televisi, terus sholatnya selalu berjama’ah, yang laki-laki sholat berjama’ah di masjid. Yang wanita sholat berjama’ah bersama kita para Bunda di rumah. Dan jika semua hal baik yang sudah kita tanamkan lalu kita laksanakan secara kontinyu maka lama-lama akan menjadi suatu pembiasaan / pengkondisian yang baik yang islami sesuai syariat.
4. Kontrol yang terus menerus ( Al-Mulahadzah)
Ayah Bunda yang rindu memiliki anak yang sholih dan sholihah, Kontrol dan pengawasan yang cermat perlu kita lakukan agar keteladanan yang kita tunjukkan , nasehat yang rutin kita sampaikan serta pembiasaan yang sudah kita tanamkan efektif maka kita perlu mengontrol secara terus menerus tanpa henti, sehingga ketika anak mulai mengendur kita bisa sharring atau discuss dengan buah hati kita, kenapa kok kurang semangat sedangkan biasanya rajin, ada masalah atau kendala apa, apa ada yang bisa Bunda bantu, dllagar kita bisa evaluasi dan memotivasi serta memberi penguatan kembali.
5. Hukuman yang mendidik ( Al-‘Uqubah)
Dan jika keempat langkah di atas sudah kita lakukan Ayah dan Bunda….., ternyata anak masih melakukan pelanggaran diantaranya sholat sambil bercanda, tidak khusyu dan tidak mau berjam’ah dengan alasan lelah dan capek maka barulah langkah terakhir kita antisipasi yaitu dengan memberikan hukuman yang berdampak menimbulkan efek jera dan bertujuan mendidik atau bersifat konstruktif. Miisalnya : jika sholat Subuh kesiangan tidak mendapat uang jajan, ketika sholat bercanda harus di ulang lagi sholatnya, sholat terburu-buru apalagi mendahului imam berarti baca istighfar 50 x sesudah sholat, lupa sholat atau meninggalkan sholat karena asyik bermain maka selama satu pekan atau Sabtu & Minggu tidak boleh main games lagi.
Semoga informasi di atas bermanfaat ya Ayah Bunda. Jika Ayah Bunda sudah membaca artikel ini mohon berkenan untuk share dengan masukan dan saran serta memberi penilaian agar menjadi motivasi saya dalam menulis. Trimakasih…. Dan mohon pamit ya….. Wassalam.
AGAR ANAK TIDAK DURHAKA KEPADA ORANG TUA
Tidak Mau
Anak Jadi Durhaka Pada Orang Tua? Hindari 10 Kesalahan Dalam Mendidik Anak Ini
Dear Ayah
Bunda,
Anak adalah
amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua bertanggung jawab
terhadap amanah ini. Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak
telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar ; dan
termasuk menghianati amanah Allah.
Adapun
rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan
membentuk sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan
pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan pendidikan di rumah dan
keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang tuanya dalam berinteraksi
sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang tua, dituntut
untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.
BAHAYA LALAI
DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua
memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian pula anak,
juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya. Disamping Allah
memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua. Allah juga
memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak serta
bersungguh-sungguh dalam mendidiknya.
Bila orang
tua lalai dalam mendidik anak, maka tak heran anak akan menjadi durhaka kepada
orang tua. Anak menjadi bandel, nakal, dan akhirnya orangtua sendiri yang
kesusahan menghadapi perialaku anak.
Oleh karena
itulah orang tua pending memperhatikan masalah pendidikan anak, karena anak
adalah harapan orang tua di masa mendatang.
SEPULUH
KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK
Meskipun
banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan tanggung jawab
yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan menganggap remeh
masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak ini, sedikitpun tidak
menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.
Baru
kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka, melawan orang tua, atau menyimpang
dari aturan agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai kebakaran jenggot
atau justru menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang tidak sadar, bahwa
sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama munculnya sikap durhaka
itu.
Lalai atau
salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam bentuknya ; yang tanpa kita sadari
memberi andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua, maupun kenakalan
remaja.
Berikut ini
sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik
anak-anaknya.
[1].
Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut : Takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita-cerita tentang hantu, jin dan lain-lain.
Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut : Takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita-cerita tentang hantu, jin dan lain-lain.
Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
[2].
Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan
Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.
[3].
Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya, Bermewah-mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakah muru’ah (harga diri) dan kebenaran.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakah muru’ah (harga diri) dan kebenaran.
[4]. Selalu
Memenuhi Permintaan Anak
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik dan buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaanya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik dan buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaanya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.
[5]. Selalu
Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.
[6]. Terlalu
Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.
Misalnya dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.
Misalnya dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.
[7]. Terlalu
Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya mendorong anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan bebagai cara. Misalnya : dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban dirinya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya, karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Naa’udzubillah mindzalik
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya mendorong anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan bebagai cara. Misalnya : dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban dirinya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya, karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Naa’udzubillah mindzalik
[8]. Tidak
Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih Sayang
Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas –waiyadzubillah-. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas –waiyadzubillah-. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.
[9]. Hanya
Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.
[10].
Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa hanyalan penyesalan tak berguna.
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa hanyalan penyesalan tak berguna.
Demikianlah
sepuluh kesalahan yang sering dilakukan orang tua. Yang mungkin kita juga tidak
menyadari bila telah melakukannya. Untuk itu, marilah berusaha untuk terus
menerus mencari ilmu, terutama berkaitan dengan pendidikan anak, agar kita
terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak, yang bisa menjadi fatal
akibatnya bagi masa depan mereka. Kita selalu berdo’a, semoga anak-anak kita
tumbuh menjadi generasi shalih dan shalihah serta berakhlak mulia.
Semoga
bermanfaat, dan anak-anak kita menjadi anak yang sholeh dan berbakti pada orang
tua…
silakan share semoga bermanfaat dan menginspirasi serta menjadi renungan bagi ayah bunda yang lainnya.
Berbagai sumber.
silakan share semoga bermanfaat dan menginspirasi serta menjadi renungan bagi ayah bunda yang lainnya.
Berbagai sumber.
PENDIDIKAN TATA KRAMA BUAT ANAK
7 Tata Krama yang Harus Diajarkan pada Anak
Ada beberapa tata krama dasar yang sering lupa kita biasakan pada anak-anak. Padahal, tata krama dan sopan santun adalah salah satu kunci kesuksesan mereka.
1. Mengucapkan "Tolong" dan "Terima kasih"
Kadang saya perlu selalu mengingatkan tata krama yang satu ini kepada anak-anak. Biasakan mereka untuk berkata "Tolong" jika ingin meminta bantuan dan mengucapkan "Terima kasih," jika telah dibantu atau diberikan sesuatu.
Dan suatu hari saya sangat tersentuh, ketika putri saya memeluk saya dan mengucapkan terima kasih atas makanan yang lezat.
2. Mengucapkan "Permisi" dan "Maaf"
Anak-anak kerap menabrak sesuatu ketika berlari atau bersendawa karena kembung atau kenyang atau bisa jadi buang angin. Hal ini memang tidak disengaja, tetapi mereka tetap harus berkata maaf setelah hal itu terjadi, dan mengucapkan "Permisi" bila akan lewat.
3. Tidak mengatakan hal yang tidak enak mengenai makanan
Tidak semua makan yang disajikan terlihat indah di mata. Kadang apa yang disajikan tidak menarik ataupun terlihat tidak enak. Anak perlu tahu tata karam dan sopan santun agar tidak menyinggung orang yang telah menyajikannya.
Saya selalu berkata kepada anak-anak, "Cobalah dulu, kamu akan menyukainya." Dan biasanya mereka memang menyukainya.
4. Tidak menyela pembicaraan
Anak-anak selalu ingin menjadi yang pertama untuk didengar dan diperhatikan. Dan jika mereka belum mendapatkannya, mereka akan memanggil berulang-ulang sampai kita menoleh.
Biasanya saya akan sedikit membesarkan mata dan berkata, "Sayang, Ibu sedang berbicara dengan orang lain." Dan biasanya mereka akan mengerti.
Atau lebih baik lagi jika anak diajarkan sebuah kode bila ingin menyela pembicaraan. Misalnya, ketika saya sedang duduk bercakap-cakap dengan teman, mereka menghampiri saya dan meletakkan telapak tangannya ke lutut saya yang sedang asyik bicara. Lalu saya meremas tangannya dengan lembut sebagai tanda agar mereka sabar menunggu gilirannya.
5. Merapikan kembali benda-benda yang telah digunakan
Agak sulit mengajarkan kebiasaan rapih kepada anak-anak. Bila ia terbiasa berantakan di rumah, tentunya kebiasaan tersebut juga akan terbawa bila ia bertandang ataupun menginap di rumah orang lain.
Cobalah dengan sistem poin. Berikan 1 poin bila ia merapikan mainannya, atau kamarnya. Poin tersebut dapat ditukar dengan hadiah setiap akhir pekan, misalnya untuk cemilan sehat kegemarannya, stiker, ataupun benda yang bermanfaat lainnya.
6. Merapikan piring dari meja makan
Sejak dini, ajari anak untuk membawa piring bekas makannya dari meja ke tempat cuci piring. Hal ini akan melatih mereka untuk selalu menjaga kebersihan, kerapihan, kedisiplinan, serta sikap gotong royong dalam keluarga.
7. Sikap menolong orang lain : membukakan pintu dan mengangkat telepon
Sikap membantu orang lain dapat dibina dari hal paling sederhana, misalnya membantu membukakan pintu bila ada tamu datang, atau mengangkat telepon yang berdering bila kita sedang tidak sempat.
Anak-anak paling segan melakukan kedua hal itu jika mereka sedang melakukan sesuatu yang mengasyikkan. Untuk melatihnya, mulailah dengan cara memuji orang lain (misalnya kakaknya) yang membukakan pintu untuk orang lain.
Langganan:
Komentar (Atom)
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan ma...
-
TAKHRIJ AL-HADIS Makalah: Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah STUDI ISLAM KONPREHENSIF Oleh : RAMADH...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang sangat penting ...