BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penjaminan mutu (Quality Assurance)
adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan
berkelanjutan, sehingga stakeholders
memperoleh kepuasan. Penjaminan mutu atau kualitas adalah seluruh rencana tindakan sistematis
yang pentimg umtuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan
kebutuhan tertentu dari kualitas. Sistem penjaminan mutu, dalam PP. nomor 19/ 2005 pasal 49, penjaminan mutu merupakan kegiatan untuk memberikan bukti untuk membangun kepercayaan
bahwa kualitas dapat berfungsi dengan baik. Penjaminan mutu secara internal
oleh satuan pendidikan adalah
pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang dikdasmen menerapkan menejemen berbasis sekolah: kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Sedangkan dalam PP nomor 19/2005 pasal
91, Satuan Pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan untuk memenuhi
atau melampaui SNP. Secara singkat, implementasi SPMP terdiri dari rangkaian
proses/tahapan yang secara siklik dimulai dari (1) pengumpulan data, (2)
analisis data, (3) pelaporan/pemetaan, (4) penyusunan rekomendasi, dan (5)
upaya pelaksanaan rekomendasi dalam bentuk program peningkatan mutu pendidikan. Sekolah atau Madrasah perlu membentuk Tim Pengembang Sekolah (TPS)
yang terdiri dari berbagai unsur stakeholders yaitu, kepala sekolah, pengawas
sekolah, perwakilan guru, komite sekolah, orang tua, dan perwakilan lain dari
kelompok masyarakat yang memang dipandang layak untuk diikutsertakan karena
kepedulian yang tinggi pada sekolah. Dalam melaksanakan SPMP, Pengawas Pendidikan
yang bertugas sebagai pembina sekolah juga harus dilibatkan dalam TPS, sebagai wakil dari
pemerintah.
Semua pihak yang terlibat langsung dalam
pengembangan suatu lembaga pendidikan sangat dibutuhkan peran secara aktif
untuk meningkatkan mutu atau kualitas lembaga. Namun pada kenyataannya yang
ada, penjaminan mutu lembaga masih jauh dari prinsip-prinsipnya. Akhirnya,
banyak lembaga pendidikan cenderung pada komersialisasi pendidikan. Anggapan
bahwa lembaga pendidikan yang mahal adalah bermutu tak bisa dibantahkan
sedangkan bila sebaliknya, dianggap tidak bermutu.
Oleh karena itu, semua pihak yang
berwenang dalam penjaminan mutu suatu lembaga, terutama lembaga pendidikan
dengan memahami kerangka kerja penjaminan mutu yang baik. Dalam makalah ini
penulis mengulas tentang Quality
Assurance (definisi, teori dan kerangka kerja).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
definisi Quality Assurace?
2. Bagaimana
teori Quality Assurance?
3. Bagaimana
kerangka kerja Quality Asssurance?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Quality Assurance (QA)
Quality
is the ability of your product or
service to satisfy your customers.[1]
Mutu adalah kemampuan produk atau layanan anda untuk memuaskan pelanggan anda.
Jaminan mutu adalah apa yang perlu dilakukan, untuk menunjukkan bahwa produk
atau layanan anda akan memuaskan pelanggan anda.[2]
Dalam Wikipedia mendefinisikan: “Quality
assurance (QA) is a way of preventing
mistakes or defects in manufactured products and avoiding problems when
delivering solutions or services to customers.”[3]
Jaminan mutu
adalah cara untuk mencegah kesalahan atau cacat pada produk manufaktur dan
menghindari masalah saat memberikan solusi atau layanan kepada pelanggan.
Sedangkan dalam
Techopedia mengartikan: “Quality
assurance (QA) is the process of
verifying whether a product meets required specifications and customer
expectations. QA is a process-driven approach that facilitates and defines
goals regarding product design, development and production.”[4] Quality Assurance
(QA) adalah proses verifikasi apakah suatu produk memenuhi spesifikasi dan
harapan konsumen yang dipersyaratkan. QA adalah pendekatan berbasis proses yang
memfasilitasi dan mendefinisikan tujuan mengenai desain, pengembangan produksi
dan pelayanan.
Menurut
Shewhart dalam Kayode, jaminan mutu adalah proses memverifikasi atau menentukan
apakah produk atau layanan memenuhi atau melampaui harapan pelanggan.[5]
QA adalah pendekatan berbasis proses dengan spesifik langkah untuk membantu
menentukan dan mencapai tujuan. Proses ini mempertimbangkan desain,
pengembangan, produksi, dan pelayanan. Menurut Jones dalam Kayode, QA sarana
operasionalnya melalui perusahaan dapat memberikan kontrol mutu untuk memenuhi
persyaratan mutu untuk mendapatkan kepercayaan diri, baik dalam organisasi dan
secara eksternal kepada pelanggan dan pihak berwenang.[6]
Dalam
definisi lain dikemukakan, Quality
Assurance is refers to think’s policies, attitudes, culture, actions and
procedures necessary to ensure that quality is embedded, maintained and
enhanced throughout all aspects of the business operations.[7]
Jaminan mutu mengacu pada kebijakan, sikap, budaya, tindakan dan prosedur
kebijakan diperlukan untuk memastikan bahwa kualitas tertanam, dipelihara dan
ditingkatkan di semua aspek operasi bisnis.
Dari
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan mutu (QA) adalah suatu cara
yang dilakukan untuk menjamin, meningkatkan suatu mutu produk serta menghindari
masalah, memberikan solusi atau layanan kepada konsumen agar memberikan
kepuasan kepada konsumen.
B. Teori Quality Assurance (QA)
Secara teoritis, jaminan mutu
berkonotasi tentang seni dalam proses mempromosikan yang mengarah pada
melakukan pekerjaan bermutu. Tapi kenyataannya, ada pertentangan makna
terus-menerus antara proses mutu dan mutu produk.[8]
Teori yang berbeda telah dikemukakan
mengenai jaminan mutu. Salah satunya adalah teori Deming, dalam Total Quality
Management (TQM). Teori ini bergantung pada asumsi pengetahuan yang mendalam
bahwa mutu merupakan fungsi dari rasio usaha kerja terhadap total biaya.
Artinya, jika total biaya yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi yang rendah, hal
ini merupakan sebuah indikator bahwa mutu produk terorganisasi dengan tinggi
dan sebaliknya. Mereka yang mengadopsi teori mutu Deming, lebih berkonsentrasi
pada strategi pengurangan biaya atau metode maksimalisasi laba. Namun, biaya
akan meningkat bila mutu produk atau layanan tidak dipelihara, Deming telah
memperingatkan terhadap empat belas prinsipnya, yaitu (1) tumbuhkan terus tekad
yang kuat untuk meraih mutu, (2) adopsi filosofi mutu kinerja yang baru, (3)
hentikan ketergantungan pada pengawasan jika ingin meraih mutu, (4) hentikan
hubungan kerja yang hanya berdasar harga, (5) selamanya lakukan terus-menerus
perbaikan-perbaikan, (6) lembagakan pelatihan-sambil kerja, (7) lembagakan
kepemimpinan yang membantu, (8) singkirkan sumber ketakutan, (9) hilangkan
penghalang komunikasi antar bagian, (10) hilangkan slogan-slogan dan keharusan-keharusan,
(11) hilangkan kuota dan target-terget kuantitatif, (12) hilangkan
penghalang-penghalang yang merampas kebanggaan dalam kerjanya, (13) lembagakan
program pendidikan dan pengembangan diri secara sungguh-sungguh, dan (14) libatkan semua orang dalam mencapai transformasi.[9]
Namun, teori Deming lebih relevan di bidang
manufaktur, di mana sebagian besar pekerja adalah pekerja dengan berketerampilan
rendah. Teori ini juga menghadapi tantangan di pengaturan universitas, dimana
produk akhir tidak dapat dengan mudah ditentukan. Juga, sehubungan dengan
universitas Islam kontemporer, teorinya tidak mencakup beberapa aspek mutu
dalam kaitannya dengan pengajaran Islam.[10]
Teori manajemen mutu Crosby juga
mendukung asumsi yang didalilkan oleh Deming. Crosby berpendapat bahwa sebuah
organisasi yang menetapkan program yang bermutu akan melihat hasil tabungan kembali
yang lebih banyak daripada melunasi biaya program bermutu: "mutunya
gratis". Hal ini membuat program pelatihan secara teratur untuk memastikan
staf lebih banyak mengembalikan investasi dan menurunkan biaya. Meski teori ini
begitu abadi, mereka tidak melelahkan karena aspek manusia, khususnya peran
pemimpin dalam memastikan mutu di universitas, terutama di dunia Muslim, tidak
ditekankan.[11]
Dari beberapa teori di atas dapat
disimpulkan bahwa jaminan mutu (QA) dapat menjamin suatu produk atau program
menjadi berkualitas dan dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan pada suatu
program.
C. Kerangka Kerja Quality Assurance (QA)
Berdasarkan teori yang telah disebutkan,
memiliki kerangka kerja yang berbeda telah dikembangkan untuk menangkap cakupan
penjaminan mutu institusi pembelajaran yang lebih tinggi. Misalnya, Vroeijenstijn
dikutip oleh Jones dalam Kayode, memperkenalkan kerangka kerja untuk penjaminan
mutu yang mencakup baik elemen internal maupun eksternal. Proses eksternal
dibangun di atas, dan didahului oleh, proses internal. Evaluasi internal
terdiri dari pemantauan, evaluasi siswa dan metode sekolah dan evaluasi diri.
Beberapa sistem peninjauan disertakan oleh rekan eksternal.[12]
Ada hal yang perlu dilakukan
penilaian dalam proses penjaminan mutu. Indikator–indikator kinerja yang dijadikan acuan dalam penilaian yang
dilakukan dalam proses penjaminan mutu meliputi 4 domain (ranah), yaitu:
1. Manajemen dan organisasi, yang meliputi aspek–aspek kepemimpinan,
perencanaan dan administrasi, pengelolaan staf, pengelolaan biaya, sumber daya dan pemeliharaanya, serta evaluasi diri.
2. Pembelajaran, yang meliputi aspek–aspek kurikulum, pengajaran, proses
belajar siswa, dan penilaian.
3. Dukungan kepada siswa dan etos sekolah yang meliputi aspek–aspek bimbingan,
pengembangan pribadi dan sosial siswa, dukungan bagi siswa yang memiliki
kebutuhan khusus, hubungan dengan orangtua dan masyarakat, dan iklim sekolah.
4. Prestasi belajar, yang meliputi aspek–aspek kinerja akademis dan
nonakademis.
Dalam kerangka kerja QA (penjaminan
mutu), dapat diidentifikasi tujuannya sebagai berikut:
1. Akreditasi
- biasanya merupakan evaluasi mutu eksternal dimana adanya lembaga dari luar merumuskan kriteria dan standar (patokan)
terhadap suatu institusi dan program yang akan dinilai. Perbaikan biasanya
ditujukan untuk memenuhi kriteria akreditasi.
2. Akuntabilitas
- ini biasanya mempertimbangkan penggunaan sumber daya yang tepat dan akan
mencakup penilaian nilai uang. Pematokan dengan beberapa metode biasanya berdasar untuk
proses ini, yang mungkin berdasarkan evaluasi eksternal. Perbaikan yang
dihasilkan akan terjadi biasanya dalam bentuk peningkatan efisiensi.
3. Regulasi
diri (dan sistem otonom) - di mana mutu manajemen terdiri dari evaluasi
internal dan eksternal yang terkait prosedur internal untuk perbaikan. Hal ini
bertujuan untuk mempertahankan standar pendidikan yang tinggi di lembaga
akademik independen.
Telah jelas bahwa semua tujuan ini
sangat penting untuk pentingnya perencanaan sistem manajemen pendidikan yang
berkualitas untuk universitas Islam kontemporer. Namun, kerangka kerja ini
tetap perlu ditingkatkan untuk menangkap elemen penjaminan mutu berdasarkan
ajaran Islam. Mungkin regulasi diri adalah komponen yang paling mendasar. Dalam
Islam,
pendidikan adalah cara untuk mencapai yang tertinggi. Tujuan penciptaan yang
sesuai dengan ajaran Allah (SWT):
Terjemahannya:
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali hanya menyembah
kepada-Ku" (Adz-Dzariyat: 56).[13]
Dengan demikian, peran utama pendidikan berdasarkan
ajaran Islam adalah untuk membangun kapasitas kreatif dan produktif dalam
sumber daya manusia dan bangsa. Hal ini terutama terjadi karena sumber daya
manusia merupakan kunci untuk membangun pelayan bermutu ('abd) yang percaya
pada Pencipta mereka, dan yang sepenuhnya menyadari alasan di balik keberadaan
mereka, dan menjadi siap mengorbankan keinginan mereka sendiri (nafs).
Pendidikan Islam yang efektif dan proses kualitasnya harus didasarkan pada
fondasi yang kuat, tujuan dan rencana yang jelas, sesuai dengan nilai-nilai iman
Islam, pengetahuan, etika kerja, kerja sama, toleransi, penyebaran kedamaian
dan perilaku yang benar, di antara nilai-nilai mulia lainnya seperti yang
diabadikan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah (ajaran Nabi Muhammad). Ada sebuah
kebutuhan yang semakin meningkat untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam ini
ke dalam mutu strategis perencanaan institusi pendidikan tinggi Islam yang
visi, misinya dan tujuan harus sesuai dengan firman Allah:
“.........Untuk tiap-tiap umat di antara
kamu, Kami berikan aturan dan Jalan yang terang......” (Al-Maidah: 48).[14]
Salah satu yang paling Isu
mendesak di universitas berbasis Islam adalah bagaimana memastikan dan terus
memperbaiki banyak aspek kualitas pendidikan Islam dan pada saat yang sama
untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam yang terungkap.[15]
Institusi pendidikan tinggi Islam harus
kuat dan secara praktis mencerminkan aspirasi masyarakat Islam terhadap kemajuan,
membangun masa depan yang lebih baik dan membangun kembali tradisi Muslim. Mutu
bukanlah sebuah konsep baru dalam Islam. Sebenarnya Islam mendorong umat Islam
untuk menampilkan tugas mereka dan bekerja dengan cara yang sempurna dan
melanjutkan usaha mereka dalam memperbaiki pekerjaan mereka, karena Allah telah
berjanji untuk memberi penghargaan kepada orang-orang itu siapa yang melakukan
perbuatan baik. Ada banyak ayat dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.,
itu mendorong mutu kerja dan kesempurnaan; contohnya:
“.............(Begitulah)
perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan "(Al-Qur’an;
Surah Al-Naml: 88).[16]
Nabi Muhammad (S.A.W) juga telah
mengatakan: "Allah menyukai seseorang yang pada saat dia bekerja, dia
mengerjakannya dengan cara yang sempurna "(Al-Hadits) Tujuan penjaminan
mutu di universitas adalah untuk memastikan akuntabilitas, sekaligus
meningkatkan mutu pendidikan yang lebih tinggi. Standar dan pedoman penjaminan
mutu di sistem pendidikan tinggi Eropa, misalnya, memberikan arahan untuk
institusi pendidikan tinggi untuk meningkatkan jaminan mutu kebijakan dan prosedur
internal mereka. Dalam kasus universitas Islam, semua orang yang terlibat harus
bertujuan untuk melakukan tugas seseorang dengan kemampuan yang terbaik dan
untuk terus meningkatkan mutu kinerja. Beberapa prinsip dan nilai Islam terkait
dengan mutu adalah 'cinta untuk bekerja' dan melakukannya dengan baik. "Al-Shura" (Diskusi terbuka dan
kerja tim). Singkatnya, jaminan mutu dalam
Islam adalah pengaturan atau disposisi
pekerjaan, tugas dan tugas dengan pelatihan yang tepat, pengetahuan yang
memadai dan teknis yang terperinci diterapkan untuk mencapai hasil yang baik.[17]
Menurut Noraini dan Hasan dalam Kayode,
bahwa tak perlu dikatakan, benturan internal menyebar di banyak negara-negara Muslim
telah mempengaruhi dan melemahkan sistem pendidikan mereka yang lebih tinggi.
Hal ini adalah fakta bahwa tidak ada kebijakan yang berorientasi pada mutu. Bisa
berhasil dipikirkan atau diimplementasikan dengan baik dalam lingkungan hidup
yang bergolak. Oleh karena itu studi ini membahas tentang penjaminan mutu
universitas Islam kontemporer dengan latar belakang beberapa isu dan tantangan.
Perkembangan universitas asing di luar
negeri banyak kampus mengembangkan negara-negara dunia ketiga dan negara-negara
Muslim bukanlah obat mujarab bagi pendidikan kaum miskin berkualitas seperti
yang didalilkan oleh para pendukung kampus asing. Noraini dan Hasan dalam
Kayode, menganugerahkan alasan di balik tujuan pendidikan masyarakat demokratis
sekuler yang diperkenalkan oleh dunia barat sangat dipengaruhi oleh tujuan
ekonomi Indonesia maksimisasi keuntungan. Mereka selanjutnya berpendapat bahwa
pendidikan untuk tujuan itu untuk kemakmuran ekonomi dan kehidupan mewah saja
bertentangan dengan keyakinan Islam. Padahal niat untuk meningkatkan
kualifikasi dan tenaga kerja yang profesional di kebanyakan negara Muslim
sangat ideal, tapi ada orang Muslim dunia sudah bisa mencapainya? Sampai sejauh
mana memiliki keuntungan yang melek teknologi (pengetahuan) menguntungkan
negara-negara Muslim dalam jangka panjang.[18]
Komersialisasi pendidikan di banyak
negara Muslim merupakan kendala utama dalam penjaminan mutu pendidikan. Dengan
mengesahkan waralaba pendidikan dan lisensi untuk badan usaha, banyak negara
muslim telah melakukan lebih banyak ruginya daripada kebaikan sistem pendidikan
Islam. Kazmi dalam Kayode menjelaskan, mengacu pada komodifikasi pendidikan
menegaskan bahwa pertimbangan mutu tidak menimbulkan masalah atau kurang dari
adanya masalah dalam menentukan nilai tukar komoditi dari pada mutu terutama di
bidang pengetahuan, di mana mutu tidak mudah didefinisikan. Dia juga
berpendapat bahwa perkembangan Universitas barat dan kampus mereka di negara
berkembang dan keinginan untuk mendapatkan izin dari pemerintah setempat
merupakan contoh ekstrem komodifikasi pendidikan tinggi yang mana telah
menyebabkan hubungan yang merugikan salah satu pihak. Hanya universitas barat
asing saja datang untuk mendapatkan modal untuk mendanai penelitian mereka di
rumah. Sepertinya Pendidikan seperti itu beralih ke pilihan untuk menghasilkan
uang daripada memberikan pendidikan siswa bermutu.
Menurut Scrum dalam Kayode, sebenarnya,
komersialisasi pendidikan di bawah kedok timbal balik telah merambah kurikulum
sekolah. Sekarang, lembaga pendidikan mendorong kurikulum dalam banyak hal, dan
kebanyakan dari mereka adalah dilakukan atas nama "kemitraan" atau melalui
kurikulum bebas.[19] Parravano
dalam Kayode menyatakan bahwa kemitraan yang disebut sukses ini didasarkan pada
prinsip timbal balik sebagai faktor umum yang mendasarinya. Hal ini adalah sekolah dan bisnis membentuk hubungan
yang adil, dengan komitmen dan manfaat substansial yang diidentifikasikan untuk
keduanya.[20]
Konsekuensi dari hubungan yang rapuh
ini, seperti yang disajikan oleh Boyles (1998), dan Schrum (2002), adalah
meningkatnya permintaan dari sekolah, dan terutama universitas, agar siswa
diajar mata pelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan teknis mereka, bukan
mata pelajaran pada pedagogi inovatif berdasarkan praksis dan refleksi. Sebagai
tambahan untuk ini, perguruan tinggi dan institusi pendidikan tinggi lainnya,
khususnya di negara-negara Muslim, dihadapkan pada tantangan proliferasi
lulusan komersial dan kesempatan pendidikan pascasarjana, sebagai hasil
jaringan perguruan tinggi asing dan untuk keuntungan regional universitas (Schrum, 2002). Oleh
karena itu, saat guru melakukan usaha mereka dan waktu dalam pengalaman praktis
di sekolah, mereka amati komersialisasi kurikulum meningkat, dimana mereka akan
berpengaruh secara naif dan tantangan yang akan mereka hadapi sendiri di ruang
kelas. Dengan demikian, jaminan mutu di universitas sangat menakutkan dengan
adanya komersialisasi pendidikan.
Tindakan komersialisasi pendidikan di
negara ini sudah membudaya apalagi di lembaga pendidikan tinggi. Sementara
dalam penyusunan kurikulum pendidikan oleh pemangku kebijakan kurikulum hanya
memperhatikan sekolah-sekolah yang maju baik dari segi sarana prasananya maupun
dari segi pendanaannya. Sementara lembaga-lembaga pendidikan daerah pesisir,
dan daerah pedalaman masih jalan di tempat. Hal yang menghambat mutu
sekolah-sekolah itu disebabkan adanya birokrasi rumit yang dilakukan oleh
pemerintah.
Menurut penulis, untuk menjamin mutu
suatu lembaga pendidikan tidak harus melakukan tindakan komersialisasi pendidikan.
Hal ini dibutuhkan kesadaran dan peran aktif pada setiap individu yang terlibat
langsung atau yang masih ada keterkaitan dengan lembaga pendidikan ini (stakeholder). Jika itu dilakukan, maka
anggapan bahwa lembaga pendidikan yang mahal adalah bermutu bisa dibantahkan.
Jadi, bukan jaminan sekolah murah minim biaya adalah tidak bermutu. Melakukan
pengendalian sumber biaya secara efisien (akuntabilitas) dan selalu melakukan
evaluasi diri secara berkesinambungan yang dilakukan pihak internal dan
ekternal dapat membantu terjaminnya mutu pendidikan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Penjaminan
mutu pendidikan (Quality Assurance)
adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu peneglolaan secra konsisten dan
berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. Penjaminan kualitas merupakan bagian yang
menyatu dalam membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau
perusahaan.
2.
Dari beberapa teori dapat diasumsikan
bahwa jaminan mutu (QA) dapat menjamin suatu produk atau program menjadi
bermutu dan dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan pada suatu program.
3.
Kerangka kerja penjaminan mutu tetap
perlu ditingkatkan untuk mendapatkan elemen penjaminan mutu yang baik. Peran utama
pendidikan berdasarkan ajaran Islam adalah untuk membangun kapasitas kreatif
dan produktif dalam sumber daya manusia dan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.
tt. Quality Assurance Framework.
Anonimous.
tt. What is QA.
Departemen Agama RI. 2005. al-Qur’an dan Terjemahnya: Bandung: CV.
Diponegoro.
Islamic Universities: Issues and
Challenges, IIUM Journal of Educational
Studies 2:2, 40-58
Kayode, Bakree Kazem dan Che Noraini
Hashim. 2014. Quality Assurance in
Contemporary
Randu, Arbitra Randu. 2017. 14 Prinsip Deming untuk Manajemen Mutu (Online), http://www.bacaanpopuler.com/2016/10/14-prinsip-deming-untuk-manajemen-mutu.html
[1] Anonimous, What is QA, tt. , h. 1
[2] Ibid.
[4] https://www.techopedia.com/definition/9038/quality-assurance-qa
[5]Bakare Kazeem Kayode dan Che
Noraini Hashim, Quality Assurance in
Contemporary Islamic Universities: Issues and Challenges (IIUM Journal of
Educational Studies 2:2 , 2014, h. 41
[6] Ibid.
[7] Anonimous, Quality Assurance Framework, tt., h. 1
[8] Bakare Kazeem Kayode dan Che
Noraini Hashim, Op.cit., h. 42
[9] Arbitra Randu, 14 Prinsip Deming untuk Manajemen Mutu (Online),
http://www.bacaanpopuler.com/2016/10/14-prinsip-deming-untuk-manajemen-mutu.html.
diakses pada 20 Oktober 2017
[10] Bakree Kazem Kayode dan Che
Noraini Hashim, Op.cit., h. 42
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro,
2005), h. 417
[15] Bakre Kazeem Kayode dan Che
Noraini Hashim , Op.cit., h. 44
[19] Ibid., h. 46
[20] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar